Di suatu siang yang gerah, aku duduk di teras sebuah rumah tua di pesisir utara Jawa. Lantai tegelnya telah usang, pintu kayu jati itu berderit saat dibuka. Seorang nenek menyambutku dengan senyum tipis dan cerita yang panjang. Tentang suaminya yang dulu tukang batu, tentang langit-langit rumah yang dipasang tinggi karena takut banjir, tentang surau kecil yang dulu ramai oleh anak-anak mengaji, yang kini sepi tinggal suara jangkrik.
Waktu itu, aku tidak membawa alat ukur. Tak ada kamera 3D scan, bahkan tidak sempat membuka sketsa. Yang kubawa hanyalah telinga yang mendengar dan hati yang mencatat. Tapi dari pertemuan itulah aku mulai sadar: ada dimensi lain dalam arsitektur yang sering luput—cerita.
Cerita tentang ruang, bukan sebagai produk estetika atau fungsi semata, melainkan sebagai saksi hidup manusia. Cerita tentang trauma kolektif yang tertanam di lorong sempit bekas pengungsian, tentang harapan yang ditanam di halaman rumah dengan menanam pohon mangga, tentang kesunyian yang memantul dari dinding kamar anak yang pergi merantau.
Dari banyak pengalaman itulah buku ini lahir.
Bukan buku teori yang dingin, tapi juga bukan kumpulan kisah sentimental.
Ini adalah upaya menjembatani keduanya.
Meruang dalam Cerita
adalah cara baru membaca dan meneliti arsitektur dengan mendekatkan diri pada kisah.
Metode naratif bukan hanya alat bantu, tetapi juga sikap:
Mendengar. Menghayati. Menyusun serpihan makna.
Buku ini bukan hanya untuk peneliti atau mahasiswa arsitektur.
Ia ditulis juga untuk siapa saja yang pernah bertanya:
“Kenapa ruang ini terasa berbeda?”
“Kenapa bangunan ini seperti menyimpan rahasia?”
Karena sejatinya, ruang memang bercerita.
Kita hanya perlu belajar mendengarkan.
📚 Meruang dalam Cerita: Metode Penelitian Naratif untuk Arsitektur dan Lingkungan Binaan
💡 https://play.google.com/store/books/details?id=cZ53EQAAQBAJ
http://books.google.com/books/about?id=cZ53EQAAQBAJ
Ingin tahu bagaimana meneliti ruang dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan bermakna?
Ikuti kisahnya—karena ruang, tak hanya untuk dihuni, tapi untuk dimaknai.
0 Komentar