The Great Woman In Life

The Great Woman In Life




Terlahir dari keluarga yang sangat sederhana, beliau membantu orang tuanya sejak kecil. Mencuci baju orang serumah termasuk adik-adiknya yang sangat banyak. Dengan harus pergi dulu ke blumbang dekat mata air yang jaraknya sangat jauh dari rumah. Pergi bersekolah dengan dibonceng guru-gurunya tidak membuatnya berkecil hati. Bahkan ketika harus menunda setahun untuk kuliah karena belum ada biaya, beliau menerima dengan sabar dan lapang dada. Saat kuliah pun masih harus sambil bekerja membantu orang tua untuk mencari nafkah dengan berjualan berbagai banyak barang, termasuk sandal jepit. 

Mengayuh sepeda menuju alun-alun membawa banyak barang di kanan kirinya, dia memang memakai celana. Saat pergi untuk kuliah, barulah dia berganti memakai kain jarik (saat itu tahun 1970 an) karena demikianlah aturan pakaian ke kampus saat itu. 

Saking merasa tidak punya apa-apa inilah, dia tak pernah punya nyali untuk naksir siapapun. Bahkan untuk ditaksir siapapun. Apalagi oleh para putra Kyai yang saat itu banyak yang menjadi teman kuliahnya. Ada beberapa gus yang menampakkan suka pada dirinya, bahkan terang-terangan menyampaikan surat dan semacamnya, tapi dia memilih untuk tidak menanggapi. 

Dijodohkan dengan orang jauh dan belum dikenal, menjadi keputusan terbesar dalam hidup  yang membawanya pada banyak ujian kehidupan berikutnya. Dia hadapi semua ujian itu dengan penuh kesabaran dan ketawakalan yang penuh. Tak banyak orang apalagi perempuan yang bisa sekuat dan setangguh beliau. 

Dihinakan dan dicemooh bertahun-tahun  karena berasal dari keluarga sederhana yang masuk ke keluarga 'terhormat', akhirnya mendapatkan titik balik saat beliau menempuh pendidikan hakim agama di Jakarta dan Jawa Barat. Hanya segelintir peserta perempuan calon hakim agama saat itu, mungkin tiga orang saja. Dan alhamdulillah beliau lulus menjadi hakim agama perempuan yang pertama-tama saat itu.

Meski tidak langsung mengubah 180 derajat kehidupannya saat itu, tapi itulah titik keberangkatan beliau bangkit dan memiliki self esteem lagi. Alhamdulillah  wa syukurillah pelan-pelan beliau mendapatkan satu demi satu pencapaian yang diakui oleh keluarga mertua juga ipar-iparnya yang selama ini menganggapnya remeh. 

Di sela-sela bekerja, beliau masih juga menyempatkan diri untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Selain menambah ilmu juga untuk kebutuhan kenaikan pangkat dan semacamnya.

Melayani masyarakat dan umat di institusinya, beliau mengalami banyak godaan juga. Seringkali orang-orang datang ke rumah membawa banyak bingkisan dan juga amplop uang demi mendapatkan kemudahan dan keberpihakan dalam proses pengadilan. Alhamdulillah beliau mendapat bimbingan dan hidayahNya, sehingga tidak mau menerima segala suap tersebut. 

Sebagaimana juga dalam rumah tangga dan kehidupan, ada saja ujian yang membuatnya menangis, menjerit dan bahkan sampai tak bisa berkata apa-apa. Beliau dengan pertolongan Allah sanggup melewati semuanya meski penuh perjuangan dan juga pengorbanan. Andai beliau menyerah saat itu, mungkin anak-anaknya tak bisa berdiri dan hidup seperti sekarang ini. Mungkin berantakan dan tak jelas arahnya. Naudzublillahi min dzaalik. 

Kekuatan dan ketangguhannya semakin diuji ketika sang suami meninggal dunia, di saat usianya masih empat puluhan tahun. Sendirian beliau mengasuh anak-anaknya. Menyekolahkan, mengkuliahkan, menghidupi sekaligus melanjutkan pendidikan mereka. 


Semakin bertambah usia, ternyata ujian demi ujian tak lepas-lepas juga dari kehidupannya. Ada-ada saja cobaan yang menerpanya. Yang kalau diurai satu persatu, mungkin bagi sebagian orang juga perempuan lain tak akan sanggup menerima dan menghadapinya. Mungkin juga bisa gila. 

Yang bisa diteladani dari beliau selain kesabaran dan ketangguhannya adalah keistiqomahannya untuk sholat berjamaah lima waktu di masjid. Terutama setelah masa pensiunnya. Juga tadarus alquran setiap saat. Biasanya dalam tiga hari sekali, beliau mengkhatamkan satu quran. Subhanallah Allahu Akbar. 

Dengan waktu yang lebih leluasa itu pula beliau memanfaatkannya untuk ikut menghidupkan berbagai jam'iyyah pengajian.  Hampir tidak ada waktu kosong baginya. Aku saja kalah sibuk. Dari pagi sampai malam, mungkin sampai dua tiga kali beliau keluar ngaji. Setiap hari. Selain juga sibuk menjadi takmir masjid agung dan pengurus MUI. Alhamdulillah wa syukurillah. Smoga Allah senantiasa merahmatinya. 


Post Navi

Posting Komentar

0 Komentar