Perjalanan Pelipur Lara


Perjalanan Pelipur Lara



Alhamdulillah aku dan anak-anak punya hobi yang sama. Selain suka membaca dan nonton, kami juga cinta jalan-jalan. Makanya sedari kecil mereka ikut ke mana-mana. Ke Bali, Banyuwangi, Surabaya, Mojokerto, Jember, Lamongan, Tuban, Jakarta, Depok, Bekasi, Solo, Wonogiri, Jogja,  Malang. 



Dari masing-masing kota itu seringnya kami membeli oleh-oleh berupa souvenir, kerajinan tangan, craft dan tentu saja makanan. Tapi yang tidak pernah ketinggalan adalah pasti kami membeli kaos. Seragam, bertiga. Hahaha. Jadi kalau nengok dalam almari kami, isinya banyak juga kaos-kaos khas masing-masing kota itu. Dan kembar tiga. Ceritanya buat menjaga kekompakan dan tentu saja sebagai kenang-kenangan bahwa kami pernah dolan singgah ke kota-kota tersebut. Gitu.


Kami seringkali mencari waktu kapan bisa menghabiskan waktu bersama-sama sambil menikmati pemandangan ataupun event-event seperti festival seni, budaya, sastra dan semacamnya.  Yang paling sering tentu saja memanfaatkan masa liburan akhir tahun dan liburan akhir tahun pelajaran, biasanya sekitar Mei Juni.
Kadang hari-hari libur yang ada menyelip di kalender pun bisa menjadi escaping day buat kami refreshment. Kalau yang Cuma libur singkat begitu, kami suka pergi yang dekat-dekat saja. Misal ke Semarang, Kudus, Jepara,  Ungaran, Salatiga atau Magelang. Atau bahkan makan kuliner an, renang atau nonton film bareng di bioskop.
Senang banget pas tahu kalau awal April nanti ada hari Libur isra miraj 2019 Bisa banget nih dipakai untuk liburan ke suatu tempat. Ngomongin isra mi’raj jadi ingat peristiwa perjalanan Rasulullah SAW dari masjidil haram ke masjidil Aqsho, dan lanjut naik ke Sidratul Muntaha. Aku nggak mungkin lupa dengan perjalananku sendiri waktu itu ke Makkah Madinah. Aku menuliskannya dalam novelku terbitan Mizan Publishing berjudul Miss Backpacker Naik Haji.

Selama di Madinah, Alhamdulillah kami – aku dan adik-adikku juga paman bibiku- bisa sempurna melaksanakan arba’in. Yakni sholat berjamaah selama empat puluh waktu sholat. Dan juga berziarah ke makam Rasulullah SAW.

Aku ingat suatu siang hari bakda Salat zuhur itu ketika aku sedang duduk menunggu giliran bisa ke Raudah, tiba-tiba ada cahaya jatuh ke pangkuanku. Subhanallah.
Cahaya itu masuk ke ruangan dalam Masjid Nabawi sedikit demi sedikit. Ternyata aku duduk tepat di bawah salah satu kubah yang bisa dibuka dan ditutup. Beberapa orang yang duduk di dekatku berseru kaget dan serentak kepala menengadah melihat langit-langit yang terbuka.



Subhanallah. Meski kemudian kami berjejalan menuju Raudhah, tapi kami tetap merasa adem dan semakin bergetar dalam kekhusyu’an.
Masih kuingat kala aku berdiri shalat dan berdoa di Raudhah. Ya Rabb, sedemikian dekat diriku dengan makam dan yang dulunya kediaman Rasulullah. Kami, para jamaah haji, menangis di sana. Terharu. Cinta. Rindu. Ya Rasulullah. Kami datang ke rumahmu. Beri kami syafaat ya Rasul.
Sekarang pun tiap kali berdiri untuk mahallul qiyam saat pembacaan sholawat nabi, air mata seringkali masih menetes. Bahkan kadang meluncur deras. Teringat masa-masa indah di Raudhah yang mencekam dan menaklukkan hati. Ya Rasul Ya Rasul. Isyfa’ lanaa Ya Rasul. Air mata pun mengalir tak terbendung.
 
Aku bersyukur telah Dia anugerahi perjalanan haji umroh, persis setahun setelah kematian almarhum suamiku. Sama halnya seperti saat Allah memperjalankan Rasulullah dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, itu juga setelah kematian almarhum istri tercintanya, Siti Khadijah dan pamannya, Abu Tholib.
Perjalanan yang menjadi pelipur lara. Subhanallah Alhamdulillah. Allah memang Maha Penyayang dan Maha Bijaksana.

Pengalaman selama empat puluh hari di dua kota suci itu, atau yang sering disebut Haromain, membuatku selalu ingin kembali ke sana. Kangen. Suasananya adem, relijius, tenang dan menentramkan. Ingin sekali aku pergi ke sana lagi dengan mengajak anak-anak juga. Aku pernah membahas ini dengan seseorang yang berjanji insya Allah akan mengajak kami untuk umroh bersama ke sana. Aamin ya Allah. Semoga impian kami ini terkabul.
Selain ke Makkah dan Madinah, tentu saja kami juga bisa sekalian pergi ke Turki seperti orang-orang itu. Tentu akan sangat menyenangkan sekali. Iya kan. Kabulkanlah Ya Allah Rabbul izzati.  




Post Navi

Posting Komentar

8 Komentar

  1. Oleh-oleh souvenir itu emang paling sederhana tapi bisa bantu mengenang perjalanan, ya Mak.

    BalasHapus
  2. Iya, betul banget. Suka ingat momennya kalau pas lihat lagi souvenirnya.

    BalasHapus
  3. Aamiin mba dian, semoga harapan buat k tanah suci bareng keluarga tercapai yaa mba.,

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin aamiin aamiiin ya robbal alamiin. doa yang sama untukmu ya. matur suwun :)

      Hapus
  4. Asyik ya mbak ceritanya. Wah ternyata mbak Dian penulis buku Miss Backpacker Naik Haji? Saya punya bukunya di rumah.keren....salam kenal ya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. waaah subhanallah, ternyata punya bukunya ya. makasih banyak.
      salam kenal juga yaa

      Hapus
  5. Pengalaman yang sangat mengesankan. Hebat, tetapi saya juga turut berbela sungkawa karena baru tahu berita kematian itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Yai. Jazakallah khoiron katsiron. Tansah nyuwun pandonganipun

      Hapus